Focus Group Discussion (FGD) Pengembangan Sistem Fertigasi Terintegrasi

Source : IPB Today Edisi 636 Tahun 2021

Sandi Octa Susila, alumnus IPB University yang terkenal karena kiprahnya sebagai petani milenial tertarik untuk mengembangkan Program FERADS Decision Support System, sebuah program yang dikembangkan oleh Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB University. Kehadiran FERADS bertujuan untuk memudahkan petani dalam penetapan rekomendasi pemupukan secara presisi berdasarkan analisis tanah.  

Sandi mengatakan, pihaknya sedang menanti inovasi pertanian seperti ini. “Ini pasti akan sangat disukai petani milenial jika ada yang murah, mudah dan sangat membantu petani,” ucap Sandi dalam Focus Group Discussion (FGD) Pengembangan Sistem Fertigasi Terintegrasi yang digelar secara virtual, 19/8.

Dr Awang Maharijaya, Kepala Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB University menyampaikan pihaknya saat ini sedang mengembangkan sistem fertigasi terintegrasi V1. “Sistem ini berhubungan dengan mesin aplikasi irigasi dan  fertigasi (pemupukan melalui irigasi). Kebaruan dari mesin ini adalah integrasi mesin dengan program FERADS (Decision Support System),”  ujarnya.

Lebih lanjut, dosen IPB University dari Departemen Agronomi dan Hortikultura ini menjelaskan, FERADS adalah program penetapan dosis pemupukan berdasar analisis tanah. Dr Awang juga mengatakan, rekomendasi pemupukan yang telah ditetapkan selanjutnya di upload ke dashboard pengontrol pemupukan. Rekomendasi tersebut dapat diaplikasikan secara presisi sesuai dengan tahap pertumbuhan tanaman.  

“Program FERADS Decision Support System merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan produktivitas sayuran Indonesia saat ini dengan menerapkan pertanian presisi pada kegiatan budidaya oleh petani sehingga dapat memaksimalkan hasil panen,” ujarnya.

Sementara itu, Prof Erika B Laconi, Wakil Rektor IPB University Bidang Inovasi dan Bisnis menyampaikan apresiasi dan berharap aksi riset IPB University akan terus meningkat kualitasnya.  “Jika kita ingin ada ketahanan pangan maka kita harus kuat dari hulu hingga hilir. Untuk itu, kita harus kuatkan juga dengan bibit,” ucapnya.

Prof Erika berharap, hasil penelitian ini dapat diujicoba sampai dengan diuji produksi. Ia menyampaikan bahwa dalam sebuah pendanaan riset, hasilnya adalah output yang siap dikerjasamakan ke mitra industri.

Terkait program FERADS, Dr Ernan Rustiadi, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) IPB University menyampaikan bahwa program tersebut merupakan suatu terobosan yang sangat diperlukan seiring dengan karakter milenial saat ini. Ia mengatakan, Indonesia tidak bisa lagi mengandalkan sumberdaya alam dan sumber daya manusia yang konvensional. Hal tersebut sejalan dengan konsern IPB University yang memiliki Road Map Agro Maritim 4.0.

Sementara itu Prof Anas D Susila, peneliti program FERADS memaparkan proses kerja program FERADS yang diaktualisasi dengan program NUTRIGADS. Prof Anas menjelaskan, NUTRIGADS adalah mesin yang dapat menerjemahkan hasil rekomendasi pemupukan yang dihasilkan oleh program FERADS berupa aplikasi pupuk secara presisi yang dapat dikontrol secara remote. (*/RA)

“Praktisi Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB University Berikan Tips Budidaya Pepaya Callina”

Source : IPBToday

Praktisi budidaya pepaya dari Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University, Ahmad Kurniawan, SBio paparkan metode budidaya pepaya callina. Dalam webinar “Teknis Praktis Budidaya Pepaya Callina” (31/07) Ahmad Kurniawan menjelaskan keunggulan dari budidaya pepaya callina.

“Budidaya pepaya itu banyak keunggulannya. Di antaranya tidak musiman, produktivitasnya tinggi, daya adaptasi luas, bernilai ekonomis tinggi, harga relatif stabil dan umumnya disukai oleh konsumen. PKHT IPB University sudah berupaya melakukan pembudidayaan berbagai jenis pepaya. Ada pepaya berukuran kecil (400-800 gram/buah), sedang (1000-1600 gram/buah) dan besar (lebih dari 2000 gram/buah),” ujarnya.

Baca Selengkapnya disini

“Pembenah Tanah Organik Tingkatkan Produktivitas Sayuran Daun “

Source : Pangannews.id

Kondisi pertanian saat ini, banyak lahan yang sudah beralih fungsi, penurunan ketersediaan lahan produktif, dan penurunan kualitas lahan yang produktif. Peneliti PKHT LPPM IPB, Endang Gunawan mengatakan hal ini dimungkinkan karena dampak negatif dari revolusi hijau sejak 1980-an, yang mana meningkatkan penggunaan pupuk anorganik oleh petani dalam kurun waktu 30 tahun.

“Kerusakan dari penggunaan agrochemical ini sering tidak memiliki rekomendasi, tidak berimbang, dan tidak diimbangi dengan pemberian pupuk organik,” jelas Endang.

Lebih lanjut, Endang menjelaskan pembenah tanah adalah bahan-bahan organik sintesis atau alami yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, atau biologi tanah. Pembenah tanah ini ada yang berbentuk padat dan ada pula yang cair. Dengan adanya pembenah tanah, tanaman lebih mudah dalam menyerap hara dan air dari dalam tanah.

Ada 3 (tiga) jenis pembenah tanah yang dikenal saat ini, yaitu soil conditioner, soil ameliorant, dan soil decomposers. Soil conditioner digunakan untuk perbaikan sifat fisik tanah, soil ameliorant untuk perbaikan sifat dan reaksi kimia tanah, sementara soil decomposers untuk perbaikan sifat biologi tanah.

Endang menambahkan bahwa pupuk organik berbeda dengan pembenah tanah. Perbedaannya terletak pada komposisi unsur hara makro dan mikro. Umumnya, pupuk organik memiliki unsur hara yang lebih rendah dari unsur hara pada pembenah tanah.

“Bedanya ada pada komposisi unsur hara makro dan mikro. Pupuk organik unsur haranya lebih rendah,” terang Endang.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di berbagai lokasi untuk komoditas jagung, bawang merah, bayam, pepaya dan pisang, dengan pemberian pembenah tanah, produksi dan produktivitas tanaman yang dihasilkan jauh lebih tinggi. Penelitian ini memperhatikan terlebih dahulu kondisi fisik tanah. Jika tanah miskin, maka diperkaya lebih dulu dan jika sakit, maka disehatkan terlebih dulu baru ditambahkan pembenah tanah. Pemberian pembenah tanah diharapkan bukan hanya saat pengolahan lahan namun dapat dilakukan selama proses budidaya.

 

Baca Selengkapnya disini

“Benarkah Gandasil B dan MSG Dapat Membuat Tanaman Berbunga?”

Source : Kompas.com
 
Peneliti Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB Endang Gunawan menjelaskan, gandasil dapat menyuburkan dan meningkatkan produksi tanaman. “Gandasil B tentunya bisa menyuburkan dan meningkatkan produksi tanaman, karena berupa pupuk berbentuk kristal yang diberikan dalam bentuk larutan dengan disemprotkan ke bagian tanaman,” kata Endang kepada Kompas.com, Jumat (30/7/2021).
Dia juga menjelaskan kelebihan gandasil B sebagai pupuk daun adalah adanya tambahan vitamin B1 dan senyawa lain sehingga respons tanaman menjadi lebih baik lagi. Untuk konsentrasi, dia menyarankan sebaiknya mengikuti anjuran yaitu 1-2 g/liter. Sementara itu, untuk MSG, menurut Endang, tidak semua tanaman akan merespons dengan baik. “MSG berpengaruh terhadap tanaman C4 (berdaun jarum) keluarga graminae, misal jagung, padi, dan tanaman cam (crassulacean acid metabolism). Seperti nenas, sansevera. Sedangkan tanaman selain itu kurang merespons,” kata dia.
Baca selengkapnya disini

“Praktisi IPB Bagikan Tips Agar Hasil Panen Pepaya California Optimal”

Source : Kompas.com

KOMPAS.com – Sebagai negara tropis, banyak jenis buah-buahan yang bisa tumbuh subur di Indonesia. Para peneliti di perguruan tinggi pun mengembangkan berbagai jenis buah yang bisa dibudidayakan di Indonesia. Praktisi budidaya pepaya dari Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University, Ahmad Kurniawan menerangkan, budidaya pepaya itu banyak keunggulannya. Seperti tidak musiman, produktivitasnya tinggi, daya adaptasi luas, bernilai ekonomis tinggi, harga relatif stabil dan umumnya disukai konsumen.

Baca selengkapnya disini