KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus)

Nama Umum :

Kacang belingbing (Palembang), Kacang botol (Melayu), Jaat (Sunda), Kecipir (Jawa Tengah), Kelongkang (Bali), Biraro (Ternate), Winged bean (English)

Kegunaan :

Polong muda, umbi, daun muda, dan bunga dapat dimanfaatkan sebagai sayuran. Biji yang kering dapat diekstrak minyaknya, diolah menjadi susu, tempe, tahu, miso, atau untuk pakan ternak. Tepung biji kecipir dapat digunakan sebagai sumber protein dalam pembuatan roti. Daun dan biji Psophocarpus tetragonolobus mengandung saponin, flavonoida dan tanin.

Budidaya :

Kecipir yang dibudidayakan di Indonesia terdiri atas dua jenis, yaitu kecipir berbunga ungu yang polongnya berukuran pendek (15−20 cm), dan kecipir berbunga putih dengan ukuran polong yang panjang (30−40 cm) dan biji relatif kecil. Kecipir yang banyak ditanam di Indonesia adalah yang berpolong pendek dengan jumlah buah yang banyak.

Kecipir cocok ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 1.600 m dpl, dapat tumbuh pada tanah dengan bahan organik rendah, tanah berlempung atau berpasir. Kecipir relatif toleran terhadap kekeringan.

KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.)

Nama Umum :

spying (Malay), simani (Minangkabau), katuk (Sunda), kebing and katukan (Java), and kerakur (Madura), sweet leaf bush/ star gooseberry (English).

Deskripsi :

Berupa perdu yang tumbuh menahun, berkesan ramping sehingga sering ditanam beberapa batang sekaligus sebagai tanaman pagar yang tingginya sekitar 1–2 m. Batang tanaman ini tumbuh tegak, saat masih muda berwarna hijau, setelah tua menjadi kelabu keputihan, berkayu, dan memiliki percabangan yang jarang.   Penampilan khas dari daun katuk adalah bentuk corak berwarna keperakan pada permukaan atas yaitu terletak di tengah, menyebar, atau campuran dari keduanya.

Kegunaan :

Daun katuk mengandung vitamin K, vitamin A, vitami B dan vitamin C. Mineral yang dikandungnya adalah kalsium (hingga 2,8%), besi, kalium, fosfor dan magnesium. Warna daunnya hijau gelap karena kadar klorofil yang tinggi Daun katuk juga mengandung protein, lemak, tanin, saponin flavonoid, dan Alkaloid.
Daun katuk  dapat dimanfaatkan untuk memperbanyak air susu ibu, obat jerawat, juga berkhasiat sebagai obat demam, obat bisul dan obat borok (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2001).

Budidaya :

Katuk dapat tumbuh baik pada daerah-daerah dengan ketinggian 1.300 m dpl. Semak tahunan ini memiliki adaptasi tropika dan subtropika serta produktif sepanjang tahun walaupun tanaman c enderung agak dorman pada cuaca dingin. Toleran terhadap panas, kelembababan, sensitive terhadap dingin dan tanah salin. pH optimal 6. Menyukai tanah lempung liat.

Katuk dapat diperbanyak dengan biji atau stek. Biji dan stek katuk tidak dapat bertahan lama, sehingga harus segera ditanam setelah dikumpulkan. Biji dapat bertahan selama 3-4 bulan jika disimpan ditempat kering dan sejuk. Bahkan saat masih dalam kondisi baik, persen perkecambahan hanya mencapai 50%. Perbanyakan dengan stek dilakukan dengan memotong batang dengan panjang 20-30 cm dari batang yang tua dengan 2-3 buku. Kemudian buang cabang dan daun, dan pastikan bagian bawah stek berjarak sekitar 3 cm dari buku. Tanam stek dengan kedalaman 4-6 cm dengan hanya 1 buku yg berada diatas tanah. Tanaman dapat dipanen pertama kali 55-70 hari setelah tanam. Untuk menjaga produksi pucuk muda, dilakukan pemangkasan, katuk dipertahankan tingginya 1-2 m. Panen dapat dilakukan satu bulan sekali.

LEUNCA (Solanum ningrum)

Nama Umum :

Leunca (Sunda), Ranti (Jawa), anti, Bobosa (Maluku)

Deskripsi :

Herba tahunan tegak. Tanaman ini termasuk ke dalam golongan semak, dengan tinggi lebih kurang 1,5 m. Memiliki akar tunggang dengan warna putih kocoklatan. Batang tegak, berbentuk bulat, lunak, dan berwarna hijau.

Kegunaan :

Diketahui bahwa leunca (Solanum nigrum L.) mengandung bahan sebagai antiseptik, anti inflammasi dan antidisentri (Heiser 1969; Vogel 1990). Menurut Akhtar dan Mohammad (1989) bahwa serbuk dari tanaman dapat sebagai ulcerogenik. Selain itu juga dapat dimanfaatkan sebagai antimalaria (Watt dan Breyer-Brandwijk,1962)

Budidaya :

Tanaman S. ningrum menyukai matahari penuh, meliki pH optimum 6-6.5, dan sensitive terhadap kekeringan. Bahan perbanyakan menggunakan biji atau stek batang berukuran 20-20 cm. metode penanaman dengan menyebar benih langsung atau ditransplant saat bibit berumur 4-6 minggu. Panen daun atau pucuk pertama dilakukan pada 40-60 hari setelah tanam.

KORO PEDANG (Canavalia ensiformis)

Nama Umum :

Kacang parang, koro bedog, kacang mekah, koro bendo, krandang (Jawa Tengah), dan koang (Jawa Barat), koro wedung (Madura), kacang kayu (Sumatera Barat)

Deskripsi :

Merupakan tanaman perdu yang merambat atau setengah merambat. Bentuk buahnya besar, panjang, dan pipih seperti pedang. Warnanya putih kekuning-kuningan dan aromanya agak langu. Batangnya pendek besar dan daunnya hijau, lebar dan tebal. Bunganya berwarna putih kebiru – biruan. Bijinya banyak mengandung HCN.

Kegunaan :

Buah muda dapat disayur atau dilalap, sedangkan bijinya dapat diolah menjadi tempe.atau tauge.

Budidaya :

Koro pedang ditanam dengan menggunakan benih. Penanaman benih langsung dilahan tanpa persemaian dengan jumlah 2 benih per lubang. Kebutuhan benihnya sekitar 80 kg / ha. Jarak tanam yang dapat digunakan adalah 40 cm x 50 cm atau 40 cm x 75 cm. Pemupukan awal diberikan pada saat tanaman sudah berkecambah, yaitu 110 kg/ha Urea, TSP 120 kg/ha TSP, dan 40 kg/ha KCl. Pemupukan diberikan dilarikan yang dibuat disamping baris tanaman. Pemberian ajir dapat dilakukan saat tinggi tanaman sudah mencapai 25 cm. Buah muda dapat dipanen setelah tanaman berusia 5 bulan.